Senin, 05 September 2011

Selayang Pandang Alun - Alun Bandung



Alun-alun merupakan suatu lapangan terbuka yang luas dan berumput yang dikelilingi oleh jalan dan dapat digunakan kegiatan masyarakat yang beragam.di buat oleh fatahillah, Menurut Van Romondt (Haryoto, 1986:386), pada dasarnya alun-alun itu merupakan halaman depan rumah, namun dalam ukuran yang lebih besar. Penguasa bisa berarti raja,bupati, wedana dan camat bahkan kepala desa yang memiliki halaman paling luas di depan Istana atau pendopo tempat kediamannya, yang dijadikan sebagai pusat kegiatan masyarakat sehari-hari dalam ikwal pemerintahan militer, perdagangan, kerajinan dan pendidikan. Lebih jauh Thomas Nix (1949:105-114) menjelaskan bahwa alun-alun merupakan lahan terbuka dan terbentuk dengan membuat jarak antara bangunan-bangunan gedung. Jadi dalam hal ini, bangunan gedung merupakan titik awal dan merupakan hal yang utama bagi terbentuknya alun-alun. Tetapi kalau adanya lahan terbuka yang dibiarkan tersisa dan berupa alun-alun, hal demikian bukan merupakan alun-alun yang sebenarnya. Jadi alun-alun bisa di desa, kecamatan, kota maupun pusat kabupaten.
Pada awalnya Alun-alun merupakan tempat berlatih perang (gladi yudha) bagi prajurit kerajaan, tempat penyelenggaraan sayembara dan penyampaian titah (sabda) raja kepada kawula (rakyat), pusat perdagangan rakyat, juga hiburan seperti "rampogan" acara yang menarik dan paling mendebarkan yaitu dilepaskannya seekor harimau yang dikelilingi oleh prajurit bersenjata.

 
Sejarah Perkembangan Alun-alun

Perkembangan alun-alun sangat tergantung dari evolusi pada budaya masyarakatnya yang meliputi tata nilai, pemerintahan, kepercayaan, perekonomian dan lain-lain.
Zaman Hindu-Budha, alun-alun telah ada (Buku Negara Kertagama, menyatakan di Trowulan terdapat alun-alun) asal-usulnya ialah dari kepercayaan masyarakat tani yang setiap kali ingin menggunakan tanah untuk bercocok tanam, maka haruslah dibuat upacara minta izin kepadadewi tanah”. Yaitu dengan jalan membuat sebuah lapangantanah sakral” yang berbentukpersegi empat” yang selanjutnya dikenal sebagai alun-alun.
Masa kerajaan Mataram, di Alun-alun depan istana secara rutin rakyat Mataramsebamenghadap Penguasa (lihat Keraton Yogyakarta). Alun-alun pada masa ini sudah berfungsi sebagai pusat administratif dan sosial budaya bagi penduduk pribumi.
Fungsi administratif: masyarakat berdatangan ke alun-alun untuk memenuhi panggilan ataupun mendengarkan pengumuman atau melihat unjuk kekuatan berupa peragaan bala prajurit dari penguasa setempat.
Fungsi sosial budaya dapat dilihat dari kehidupan masyarakat dalam berinteraksi satu sama lain, apakah dalam perdagangan, pertunjukan hiburan ataupun olah raga. Untuk memenuhi seluruh aktivitas dan kegiatan tersebut alun-alun hanya berupa hamparan lapangan rumput yang memungkinkan berbagai aktivitas dapat dilakukan.
Masa masuknya Islam, bangunan masjid dibangun di sekitar alun-alun. Alun-alun juga digunakan sebagai tempat kegiatan-kegiatan hari besar Islam termasuk Salat Idul Fitri. Pada saat ini banyak alun-alun yang digunakan sebagai perluasan dari masjid seperti Alun-alun Kota Bandung.
Pada periode berikutnya kehadiran kekuasaan Belanda di Nusantara, ikut memberi warna bentuk baru dalam tata lingkungan alun-alun. Hal ini terlihat dengan didirikannya bangunan penjara pada sisi lain alun-alun, termasuk di Alun-alun Yogyakarta. Pendirikan bangunan-bangunan untuk kepentingan Belanda sekaligus mengurangi fungsi simbolis alun-alun, kewibawaan penguasa setempat (penguasa pribumi).
Periode zaman kemerdekaan, banyak alun-alun yang berubah bentuk. Salah satunya alun-alun Malang. Faktor pendorong pertumbuhan ini macam-macam diantaranya kebijakan pemerintah, aktivitas masyarakat, Perdagangan dan Pencapaian (Dadang Ahdiat, 1993).




Taman Alun-alun kota Bandung yang sekarang semakin asri karena dibuatkan kolam air dan air mancur, menjadi tempat ngasonya warga kota Bandung. Mereka datang ke sana terutama setelah lelah jalan-jalan di jantung kota Bandung yaitu alun-alun dan selesai menunaikan sembahyang di masjid Agung Jawa Barat yang sekarang tampil lebih megah dan mewah diapit dua buah menara kembar dan kubah besar di tengahnya.
Suasana angin yang sepoi-sepoi, dan udara yang lumayan lebih segar daripada di pinggir jalan raya, membuat setiap orang betah berlama-lama di sana. Pepohonan yang ada memang belum semuanya tumbuh rindang. Karena, pembangunan taman baru selesai dilakukan satu tahun yang lalu. Hanya pepohonan yang ada di luar taman saja yang membuat rindang suasana. Sedangkan pepohonan yang ada di dalam masih terbilang kecil-kecil.
Pengunjung juga bisa menikmati jajanan rakyat yang biasanya mangkal di dekat teras masjid agung. Terutama selepas ashar. Berbagai macam penjual barang ada di sana. Sambil duduk bisa menikmati miniman ringan, kopi, es jeruk, dll, bisa sambil makan tahu gejrot, siomay, baso, sate, nasi timbel, dll. Sesuai selera.
Selain kelebihan-kelebihan di atas, ada juga beberapa kekurangan di taman ini.
Taman alun-alun dipenuhi para pengemis dan pengamen yang berlalu lalang di sana. Terkadang kenyamanan kita menyantap makanan bakalan sering diganggu mereka. Padahal di samping mesjid Agung terletak markas Satpol PP kota Bandung. Pengemis dan pengamen ini juga sebelumnya malah tinggal di taman ini, mencuci baju, dan mandi di air mancur yang ada di taman. Tentu saja hal ini mengganggu pemandangan, dan tidak sesuai dengan keindahan taman.  Pengamen dan pengemis terdiri atas anak-anak, remaja, dan orang tua. Terkadang kala meminta uang mereka sering ngotot untuk terus-menerus berdiri di dekat kita sebelum kita memberi mereka uang.
Selain pengamen juga adanya wanita-wanita penghibur yang berkamuflase sebagai pengunjung taman. Dandanannya walaupun tidak terlalu seronok, tapi jelas akan kelihatan berbeda dibandingkan pengunjung taman biasa. Mereka bertransaksi dengan langsung menawarkan diri kepada pengunjung taman yang sedang duduk. Biasanya mereka akan ikut duduk di taman, di samping tempat duduk yang sedang diduduki oleh pengunjung. Kemudian mereka akan menggoda pengunjung dan menawarkan barang dagangannya. Bila calon konsumennya respon maka biasanya mereka langsung membawa konsumen tersebut ke hotel langganan berkelas melati yang tersebar di sekitar pusat kota Bandung. Bila tidak respon mereka cepat-cepat beralih ke calon konsumen lainnya. Harga yang ditawarkan oleh mereka pun lebih murah, karena kelasnya berbeda dan stoknya rata-rata sudah tidak fresh.  Kisarannya di bawah 50 rb.
Selain menawarkan di taman alun-alun, mereka juga bergerilya di bisokop Nusantara. Bioskop yang sudah hampir bangkrut tersebut dipenuhi berbagai macam kupu-kupu  kajajaden tersebut. Bahkan kalau di bioskop, bisa transaksi langsung di dalam bioskop atau mojok sebentar ke belakang panggung dekat WC. Dan tampaknya dari pengelola bioskop pun tidak ada larangan atau mengusir para perempuan tersebut yang bebas dan leluasa untuk keluar masuk bioskop.
Selain hal kedua hal tersebut di taman ini juga bertebaran bau pesing. Terutama di samping-samping tembok taman yang ditumbuhi tanaman-tanaman kecil. Biasanya yang kencing di sini para pengamen, pengemis atau para pedagang sekitar yang tidak mau keluar uang untuk kecing di WC umum. Baunya menyengat saking banyaknya dan membuat tidak nyaman ketika akan masuk atau keluar taman.
Semoga ke depannya, hal-hal yang membuat tidak nyaman pengujung di taman alun-alun kota Bandung bisa segera dienyahkan oleh aparat yang terkait. Sehingga taman alun-alun benar-benar menjadi milik warga kota Bandung yang ingin menikmati segarnya udara kota Bandung yang bebas polusi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar